The Soda Pop

*suvei 66%CEWEK INDONESIA TAK PRAWAN - www.tanahgaro.tk
2 . 2 . 89 . 19672
HOME | LAKI PERKASA | MKIOS | TIPS RAHASIA | EBOOK PDF | EBOOK JAR | MY FACEBOOK |

Mozilla/5.0 AppleWebKit/537.36 (KHTML, like Gecko; compatible; ClaudeBot/1.0; +claudebot@anthropic.com)


SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1432H MOHON MAAF LAHIR BATIN


...

...
MOHON MAAF BUKAN MAKSUD SAYA MENGGURUI BOS BOS SMUA TAPI INI HANYA SEBUAH WACANA ATAU KOLEKSI PENGETAHUAN SAJA,KALO ADA YANG SALAH SILAHKAN KOREKSI SENDIRI OK,THX


0:0:0:0

Sugesti adalah satu kata yang
pasti akan dibicarakan saat kita
membahas mengenai hipnosis/
hipnoterapi karena
berhubungan dengan salah satu
teknik yang digunakan untuk
meng-instal program pikiran
tertentu ke dalam harddisk
biokomputer seseorang.
Sugesti penting untuk dibahas
karena merupakan salah satu
dari 4 teknik terapi, dalam
konteks hipnoterapi, yang
digunakan untuk membantu
klien mengatasi masalah mereka
yaitu:
1.Sugesti dan imajinasi
pascahipnosis (posthypnotic
suggestion and imagery)
2.Menemukan akar masalah
(discovering the root cause)
3.Melepaskan (release)
4.Pemahaman baru / relearning
(new understanding)
Sugesti berasal dari kata
“ suggestion” yang berarti saran,
ide, atau pendapat yang, dalam
konteks hipnoterapi, ditawarkan
hipnoterapis kepada klien untuk
dijalankan oleh pikiran bawah
sadar klien sehingga terjadi
perubahan perilaku seperti yang
diharapkan dan diinginkan klien.
Dalam artikel ini saya akan
membahas mengenai hal-hal
yang perlu diperhatikan saat
menyusun dan memberikan
sugesti agar hasil yang dicapai
bisa maksimal dalam waktu
singkat.
Untuk memudahkan pemahaman
anda maka saya akan
menggunakan komputer sebagai
analogi pikiran bawah sadar.
Saat kita punya komputer baru
maka yang pertama kita lakukan
adalah menginstal operating
system. Selanjutnya kita perlu
menginstal berbagai program
aplikasi yang dibutuhkan untuk
membantu kerja kita. Setelah
program diinstal dan dijalankan
bila ternyata ada masalah maka
ada dua hal yang bisa kita
lakukan. Pertama kita bisa
melakukan “repair” dan hanya
memperbaiki bagian program
yang bermasalah. Kedua, kita
bisa melakukan complete
uninstall dan setelah itu
mengulangi instalasi program
yang sama atau yang lebih up-to-
date.
Hal yang sama berlaku untuk
komputer mental kita. Program
dominan yang mempengaruhi
hidup kita adalah program yang
diinstal sejak kita dalam
kandungan ibu, usia 3 bulan,
hingga usia 12 atau 13 tahun. Ini
adalah program yang
menentukan apakah seseorang
akan gagal atau sukses dalam
hidupnya.
Nah, bagaimana sih sebenarnya
proses pemrograman komputer
mental kita?
Model Neurological Level yang
dikembangkan oleh Robert Dilts,
yang sebenarnya berawal dari
pemikiran Gregory Bateson,
sangat membantu untuk bisa
memahami proses programming
pikiran manusia. Neurological
Level terdiri atas lima jenjang
yaitu Environment (lingkungan) ,
Behavior (perilaku), Capability
(kecakapan), Beliefs/Values
(kepercayaan/nilai), dan Indentity
(identitas).
Proses programming pikiran, jika
mengambil alur Neurological
Level adalah sebagai berikut. Saat
masih kecil interaksi kita dengan
lingkungan (environment),
terutama dengan orangtua atau
pengasuh, akan menentukan
perilaku (behavior) kita. Perilaku
selanjutnya akan menentukan
kecakapan (capability).
Kecakapan menentukan
kepercayaan/nilai (belief/value)
yang akhirnya akan mengkristal
menjadi identitas (identity).
Bingung?
Ini saya beri penjelasan yang
lebih panjang. Misalnya anak,
sebut saja Budi, saat masih kecil,
sering diolok-olok oleh orangtua
atau pengasuhnya (environment)
saat ia menyanyi karena
suaranya sumbang. Akibatnya
Budi akan berperilaku takut
(behavior) untuk menyanyi dan
tidak mau mencoba untuk
menyanyi lagi karena tidak ingin
mendapat malu atau sakit hati
karena diolok-olok. Akibat dari
perilaku ini kecakapan
(capability) Budi untuk menyanyi
tidak berkembang karena tidak
pernah dilatih. Karena tidak
pernah dilatih dan tidak bisa
menyanyi Budi akhirnya percaya
bahwa menyanyi adalah kegiatan
yang membahayakan dirinya
secara emosi dan harus dihindari
(belief/value). Ia tidak bisa
menyanyi dan menilai menyanyi
itu tidak penting dan perlu
dihindari. Akhirnya saat Budi
diminta menyanyi ia menolak
dan menjawab, “Saya bodoh dan
tidak bisa menyanyi”. Pada saat
Budi menggunakan kalimat “Saya
……….” untuk menggambarkan
dirinya maka ini adalah identitas
dirinya (identity).
Anda jelas sekarang?
Setelah dewasa, saat diminta
menyanyi, misalnya di acara
ulang tahun atau pesta maka
“ anak kecil” yang ada di dalam
Budi yang dewasa tidak akan
mau menyanyi. Mengapa? Karena
ia tidak mau disakiti lagi. Dengan
kata lain Budi merasakan emosi
negatif yang sangat kuat, yang
berhubungan dengan menyanyi,
dan menghindarinya.
Apa yang terjadi di dalam
pikirannya?
Waktu Budi kecil mengalami
diolok-olok saat ia menyanyi
maka pikirannya menyimpan
pengalaman ini plus emosi
negatif yang menyertainya ke
harddisk atau memorinya.
Setelah Budi dewasa maka saat
ia diminta menyanyi yang terjadi
adalah pertama, pikirannya
menangkap stimulus “diminta
menyanyi’ dan segera mencari
data yang cocok dengan input
ini. Mengapa pikiran melakukan
hal ini? Karena Budi, termasuk
kita semua, selalu membutuhkan
makna untuk suatu kejadian atau
stimulus. Cara yang paling mudah
adalah dengan membongkar
arsip yang ada di memori.
Begitu ditemukan data yang
sesuai, yang berasal dari masa
kecilnya, maka emosi yang
menyertai data ini menjadi aktif.
Budi merasa tidak mampu.
Selanjutnya Budi memberikan
respon dalam bentuk menolak
untuk menyanyi. Walaupun
dipaksa Budi tetap akan menolak
dengan segala cara. Setelah ia
tidak lagi diminta menyanyi maka
Budi keluar dari “situasi bahaya”
dan melakukan evaluasi, “Untung
tadi saya nggak nyanyi. Kalau
nyanyi suara saya sumbang dan
mereka pasti akan
menertawakan saya ”. Hasil
evaluasi ini semakin memperkuat
programnya.
Masalah muncul karena pikiran
(bawah sadar) Budi melakukan
salah satu dari dua hal berikut.
Pertama, pikiran bawah sadar
mencari data yang serupa
dengan stimulus dan
mengaktifkan emosi (negatif)
yang melekat pada data itu.
Kedua, pikiran bawah sadar
memberikan makna, tanpa
persetujuan Budi secara sadar,
atas stimulus itu dan ternyata
maknanya negatif, karena
mengacu pada database yang
ada di memori.
Nah, untuk bisa bekerja
maksimal dan powerful maka
sugesti harus bisa
mengintervensi apa yang
dilakukan oleh pikiran bawah
sadar Budi. Dengan kata lain
rangkaian proses sejak
diterimanya suatu stimulus
hingga terjadinya respon perlu
diintervensi.
Anda jelas sekarang?
Proses mulai dari diterimanya
suatu input atau stimulus hingga
terjadinya suatu respon saya
sebut dengan nama Matrix.
Matrix berawal dari input data
tertentu yang masuk melalui
indera kita. Data ini selanjutnya
masuk ke pikiran bawah sadar
dan digunakan sebagai “key
word” untuk melakukan
searching data yang sama, atau
serupa, atau mirip yang ada di
data base/ memori. Begitu
ditemukan data yang serupa
maka informasi ini naik ke
pikiran sadar beserta semua
emosi yang menyertainya. Emosi,
bergantung pada intensitasnya,
selanjutnya menentukan respon
yang kita putuskan untuk
dilakukan. Setelah respon
dilakukan kita masuk ke fase
terminasi atau berhenti. Apakah
hanya sampai di sini? Tidak.
Setelah terminasi, pikiran kita,
baik secara sadar maupun tidak
sadar akan melakukan evaluasi
terhadap apa yang baru terjadi.
Hasil evaluasi ini bisa
memperkuat atau melemahkan
program pikiran yang telah ada.
Agar sugesti bisa mempunyai
daya kerja yang tinggi dan cepat
maka kita perlu mengamati
dengan hati-hati bagian dari
Matrix dan Neurological Level
yang akan kita intervensi. Kita
perlu tahu, tentunya ini melalui
proses investigasi mendalam,
bagian mana yang paling sering
membuat masalah pada diri
klien.
Misalnya klien merasa takut saat
berada di ruang, tempat, atau
situasi tertentu yang memicu
program pikiran, dengan muatan
emosi negatif, yang membuatnya
tidak berdaya. Maka sugesti perlu
disusun dengan tujuan yang
spesifik sehingga trigger yang
sama tidak lagi bisa
mengaktifkan program negatif
yang membuat klien tidak
berdaya.
Bagaimana jika klien punya
perilaku tertentu yang
merugikan dirinya? Kita perlu
menyusun sugesti yang akan
melemahkan program yang
mengendalikan perilaku ini dan
mengalihkan energi dari
program itu untuk melakukan
atau membentuk perilaku baru
yang konstruktif.
Demikian pula dengan level
Capability, Belief/Value, dan
Identity. Dengan menyusun
sugesti yang spesifik, sesuai
dengan kebutuhan pada
Neurological Level, maka kita
akan menghemat sangat banyak
waktu dan tenaga dalam
membantu klien kita. Saya tahu
anda pasti penasaran bagaimana
sih bentuk sugesti untuk tiap
level itu? Sayang, karena
keterbatasan ruang, saya tidak
bisa memberikan penjelasan
yang panjang dan detil.
Satu kelemahan yang sering
dilakukan para hipnoterapis
pemula saat menyusun sugesti
yaitu mereka tidak jelas target
yang akan “ditembak”. Dari
pengalaman saya pribadi, dulu
waktu baru pertama kali belajar
hipnoterapi, umumnya kita tidak
punya panduan yang jelas dalam
menyusun sugesti. Hal ini
menjadi lebih sulit dan kompleks
karena kalaupun ada buku atau
informasi yang bisa digunakan
sebagai acuan ternyata dalam
bahasa Inggris. Nah, karena
sugesti berhubungan dengan
kata atau semantik maka cukup
sulit bagi mereka yang tidak
menguasai bahasa Inggris
dengan baik untuk bisa mengerti
dengan baik dan benar. Tanpa
pengetahuan dan kemampuan
bahasa yang tinggi, khususnya
bahasa Inggris, seringkali sugesti
yang seharusnya sangat
powerful, yang berasal dari
bahasa Inggris, saat
diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi kehilangan
makna dan daya.
Inilah sebabnya saya tidak
menganjurkan murid-murid saya
untuk menyusun sendiri sugesti
atau script terapi saat mereka
baru selesai pelatihan. Saya
memberikan mereka sugesti atau
script siap pakai untuk berbagai
kasus yang umum dijumpai
dalam setting klinis. Saya juga
memberikan mereka semacam
template untuk menyusun
sugesti. Nanti kalau sudah punya
jam terbang yang cukup barulah
mereka bisa menyusun sendiri
script sugesti sesuai kebutuhan.
Itu tadi sugesti yang disusun
berdasar Neurological Level.
Bagaimana dengan Matrix?
Secara prinsip sebenarnya sama
saja. Melalui indepth interview
terapis bisa mengetahui tahap
mana dari Matrix yang
kontribusinya paling besar
terhadap masalah klien. Apakah
itu pada fase stimulus/input,
memori, emosi, respon,
terminasi, atau evaluasi?
Yang saya jelaskan di atas baru
sebagian dari syarat untuk
membuat sugesti bekerja
dengan dahsyat. Masih ada
syarat lain yang juga sering
kurang diperhatikan. Pertama,
level kedalaman trance. Untuk
bisa membuat sugesti diterima
dengan mudah maka klien perlu
berada dalam kondisi very deep
trance atau yang dikenal dengan
profound somnambulism.
Satu hal lagi yang jarang
diketahui atau disadari yaitu
walaupun berada dalam kondisi
profound somnambulism, yang
berarti faktor kritis telah berhasil
di-bypass, masih ada 4 (empat)
filter mental di pikiran bawah
sadar yang tetap aktif menjaga
klien. Sugesti yang benar-benar
efektif adalah sugesti yang
mampu menembus keempat
filter ini sehingga diterima dan
dijalankan sepenuhnya oleh
pikiran bawah sadar klien.
Sugesti yang baik adalah sugesti
yang saat dijalankan klien
merasa bahwa ia melakukannya
karena memang ia
menginginkannya dan bukan
atas “perintah” terapisnya.
Dengan kata lain tidak terjadi
dualitas.

*suvei 66%CEWEK INDONESIA TAK PRAWAN

taukah anda

66% remaja putri usia sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) tidak lagi perawan. Data ini beradasar hasil Survei Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang dilakukan secara nasional. Itu artinya remaja zaman sekarang rentan terhadap seks bebas dan narkoba akibat kurang kontrolnya terhadap perkembangan teknologi informasi yang menyebar secara bebas. http://abg-chubby.comze.com/wp-content/uploa “Jika teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini tidak dilakukan kontrol dan pemahaman dengan baik, akan menjadi titik awal mula seks bebas dan penyalahgunaan narkoba,” ujar Pemerhati Kesehatan Reproduksi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Aisyiah Surakarta, Maryatun pada seminar tentang “Kesehatan Reproduksi Remaja dan Narkoba” di Sukoharjo. Menurut Maryatun, pada saat usia-usia remaja ini, satu dari tujuh anak laki-laki sudah mulai coba- coba, baik terhadap seks, rokok, maupun narkoba. Dengan demikian, sangat mungkin terjadi peningkatan angka kejahatan reproduksi dan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja saat ini. “Misalnya soal kehamilan usia dini atau kehamilan akibat tindak kejahatan, dan perilaku seks bebas yang terjadi pada remaja,” katanya. Menurut survei, katanya, saat ini didapati bahwa usia rata-rata pernikahan terjadi pada umur 19 tahun. “Hal ini tentu sangat bahaya dan tidak baik terhadap kesehatan reproduksi, karena seluruh organ reproduksi belum terbentuk sempurna,” katanya. Ia mengatakan, pernikahan secara ideal mulai pada usia 21 tahun. “Terkait hal tersebut, saat ini kami memang gencar melakukan penyuluhan bagi para pelajar mengenai pemahaman akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi remaja dan bahaya narkoba,” katanya

Back to posts
Comments:
[2012-02-03 11:32] toni:

good :)


Post a comment








[KAYA][GALERY FOTO][MOTIVASI][TRIK BISNIS][MENU][TUTORIAL][HIPNOTIS][EBOOK JAR][LEADER][RAMALAN][SMS LUCU][TRIK SULAP][MANAGE UANG]

[-HOME-]
..........................................
created copas by WWW.TANAHGARO.JW.LT
2009-2011@